Semakin canggih teknologi, semakin terbuka pula peluang melakukan tindak kejahatan. Termasuk di sektor keuangan dan perbankan. Bagi dunia perbankan, kasus pembobolan bank adalah bagian dari risiko operasional bank.
"Jadi, tidak ada masalah dengan bank-bank itu, nah ini namanya risiko operasional bisa terjadi ya, kemudian ada risiko hukum yang perlu diselesaikan," tutur Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah di gedung DPR, Senin (24/6).
Ada banyak kegiatan perbankan yang rentan terhadap tindak kejahatan. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 atau Undang-undang Perbankan, ada 13 jenis tindak pidana perbankan.
Mulai dari pidana yang berkaitan dengan perizinan industri perbankan, tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank, yang berkaitan dengan usaha bank. Tindak pidana kejahatan perbankan yang paling ekstrem adalah perampokan bank hingga pengalihan rekening secara tidak sah.
Kejahatan perbankan pun kerap dilakukan melibatkan 'orang dalam'. Ini bisa terjadi lantaran lemahnya sistem pengawasan dan administrasi sebuah bank. Kasus-kasus kejahatan perbankan menjadi menarik diketahui. Sebab, yang paling dirugikan dari kejahatan perbankan adalah nasabah yang sudah percaya dan menyimpan dananya di bank. Di dalam negeri, ada beberapa kasus kejahatan pembobolan bank yang cukup menarik perhatian dan menghebohkan seperti:
1. Kasus BLBI
Salah satu kasus kejahatan perbankan yang paling menghebohkan sepanjang sejarah bangsa ini adalah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau yang lebih dikenal dengan BLBI.
Meskipun kebijakan ini keluar sekitar tahun 1998, kasusnya kini mulai menarik perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Satu per satu aktor yang berkaitan dengan kebijakan itu, mulai diperiksa KPK.
BLBI sejatinya adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat terjadinya krisis moneter 1998. Setidaknya, telah terkucur bantuan likuiditas sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.
Namun, ternyata dana tersebut dibawa kabur oleh beberapa pemilik bank. Audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank tersebut menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun.
2. Kasus Century
Kasus lain yang cukup menghebohkan dunia perbankan adalah Kasus Century yang hingga kini tak jelas ujung permasalahan dan penyelesaiannya. Terlebih setelah kasus ini disangkutpautkan dengan sisi politis.
Kasus ini disebut-sebut sebagai perampokan besar-besaran uang negara oleh segelintir orang. Kasus Century bermula dari kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia yang mengucurkan bailout untuk Bank Century pada sekitar 2008. Nilainya mencapai Rp 6,7 triliun. Dalihnya, menyelamatkan sektor perbankan nasional dari gejolak krisis moneter yang tengah melanda dunia.
Kasus yang menyeret nama mantan menteri keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono ini masih terus diselidiki. Kini bola panas berada di tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
3. Pembobol Citibank
Belum lepas dari ingatan kita bagaimana lihainya pelaku pembobolan Citibank berhasil menyedot dana hingga Rp 17 miliar. Kejahatan perbankan ini dilakukan oleh orang dalam, yakni oleh Senior Manager Citibank Malinda Dee. Kasus ini mulai terungkap pada 2011
Malinda melakukan penggelapan uang nasabah dengan cara mentransfer uang tersebut ke sebuah perusahaan dirinya serta dibantu oleh seorang Teller. Perusahaan yang menampung dana dari hasil penggelapan uang tersebut adalah milik Malinda Dee.
Polisi menjerat para pelaku dengan Pasal 49 ayat 1 dan 2 UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan atau Pasal 6 UU no 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No. 25 tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU No. 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.
4. Kasus Bank Mega
Kasus pembobolan bank yang juga menarik perhatian adalah raibnya dana Rp 111 miliar milik PT Elnusa di Bank Mega. Elnusa akhirnya memenangkan gugatan terhadap Bank Mega atas dugaan pembobolan dana nasabah deposito sebesar Rp 111 miliar yang dilakukan enam tersangka yang juga karyawan perusahaan Bank Mega dan Elnusa.
Sejak kasus pembobolan dana nasabah Bank Mega mencuat, bank sentral telah menjatuhkan beberapa hukuman terhadap Bank Mega, yaitu melarang bank milik Chairul Tanjung tersebut membuka produk deposito on call atau sejenisnya. Bank Mega juga dilarang membuka kantor cabang baru.
5. Kasus Bank Bali
Bank Bali mempunyai tagihan atas nama, di antaranya kepada PT Bank Umum Nasional (BUN) dan PT Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), yang semuanya berstatus Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) sehingga ditutup oleh Bank Indonesia (BI) dan diserahkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Tim pengelola BB menemukan suatu perjanjian cessie tanggal 11 Januari 1999. Berdasarkan perjanjian tersebut, BB mengalihkan tagihan kepada PT Era Giat Prima (EGP) dan sebagai imbalan, EGP akan menyerahkan kepada BB surat-surat berharga yang diterbitkan BB atau bank-bank pemerintah senilai Rp 798 miliar.
Dari kasus Bank Bali, ada dua hal yang terjadi, penggembosan aset oleh pemilik lama, dan pencairan tagihan Bank Bali dari BI. Agency Secretary BPPN menyatakan, Bank Bali belum berada di bawah BPPN
karena kredit macetnya belum dialihkan dan belum direkapitalisasi. Akan tetapi, setidaknya Bank Indonesia (yang berpartner dengan BPPN, langsung atau tidak langsung dalam penyehatan perbankan) sudah tahu Bank Bali akan dimiliki Pemerintah.
"Jadi, tidak ada masalah dengan bank-bank itu, nah ini namanya risiko operasional bisa terjadi ya, kemudian ada risiko hukum yang perlu diselesaikan," tutur Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah di gedung DPR, Senin (24/6).
Ada banyak kegiatan perbankan yang rentan terhadap tindak kejahatan. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 atau Undang-undang Perbankan, ada 13 jenis tindak pidana perbankan.
Mulai dari pidana yang berkaitan dengan perizinan industri perbankan, tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank, yang berkaitan dengan usaha bank. Tindak pidana kejahatan perbankan yang paling ekstrem adalah perampokan bank hingga pengalihan rekening secara tidak sah.
Kejahatan perbankan pun kerap dilakukan melibatkan 'orang dalam'. Ini bisa terjadi lantaran lemahnya sistem pengawasan dan administrasi sebuah bank. Kasus-kasus kejahatan perbankan menjadi menarik diketahui. Sebab, yang paling dirugikan dari kejahatan perbankan adalah nasabah yang sudah percaya dan menyimpan dananya di bank. Di dalam negeri, ada beberapa kasus kejahatan pembobolan bank yang cukup menarik perhatian dan menghebohkan seperti:
1. Kasus BLBI
Salah satu kasus kejahatan perbankan yang paling menghebohkan sepanjang sejarah bangsa ini adalah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau yang lebih dikenal dengan BLBI.
Meskipun kebijakan ini keluar sekitar tahun 1998, kasusnya kini mulai menarik perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Satu per satu aktor yang berkaitan dengan kebijakan itu, mulai diperiksa KPK.
BLBI sejatinya adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat terjadinya krisis moneter 1998. Setidaknya, telah terkucur bantuan likuiditas sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.
Namun, ternyata dana tersebut dibawa kabur oleh beberapa pemilik bank. Audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank tersebut menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun.
2. Kasus Century
Kasus lain yang cukup menghebohkan dunia perbankan adalah Kasus Century yang hingga kini tak jelas ujung permasalahan dan penyelesaiannya. Terlebih setelah kasus ini disangkutpautkan dengan sisi politis.
Kasus ini disebut-sebut sebagai perampokan besar-besaran uang negara oleh segelintir orang. Kasus Century bermula dari kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia yang mengucurkan bailout untuk Bank Century pada sekitar 2008. Nilainya mencapai Rp 6,7 triliun. Dalihnya, menyelamatkan sektor perbankan nasional dari gejolak krisis moneter yang tengah melanda dunia.
Kasus yang menyeret nama mantan menteri keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono ini masih terus diselidiki. Kini bola panas berada di tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
3. Pembobol Citibank
Belum lepas dari ingatan kita bagaimana lihainya pelaku pembobolan Citibank berhasil menyedot dana hingga Rp 17 miliar. Kejahatan perbankan ini dilakukan oleh orang dalam, yakni oleh Senior Manager Citibank Malinda Dee. Kasus ini mulai terungkap pada 2011
Malinda melakukan penggelapan uang nasabah dengan cara mentransfer uang tersebut ke sebuah perusahaan dirinya serta dibantu oleh seorang Teller. Perusahaan yang menampung dana dari hasil penggelapan uang tersebut adalah milik Malinda Dee.
Polisi menjerat para pelaku dengan Pasal 49 ayat 1 dan 2 UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan atau Pasal 6 UU no 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No. 25 tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU No. 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.
4. Kasus Bank Mega
Kasus pembobolan bank yang juga menarik perhatian adalah raibnya dana Rp 111 miliar milik PT Elnusa di Bank Mega. Elnusa akhirnya memenangkan gugatan terhadap Bank Mega atas dugaan pembobolan dana nasabah deposito sebesar Rp 111 miliar yang dilakukan enam tersangka yang juga karyawan perusahaan Bank Mega dan Elnusa.
Sejak kasus pembobolan dana nasabah Bank Mega mencuat, bank sentral telah menjatuhkan beberapa hukuman terhadap Bank Mega, yaitu melarang bank milik Chairul Tanjung tersebut membuka produk deposito on call atau sejenisnya. Bank Mega juga dilarang membuka kantor cabang baru.
5. Kasus Bank Bali
Bank Bali mempunyai tagihan atas nama, di antaranya kepada PT Bank Umum Nasional (BUN) dan PT Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), yang semuanya berstatus Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) sehingga ditutup oleh Bank Indonesia (BI) dan diserahkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Tim pengelola BB menemukan suatu perjanjian cessie tanggal 11 Januari 1999. Berdasarkan perjanjian tersebut, BB mengalihkan tagihan kepada PT Era Giat Prima (EGP) dan sebagai imbalan, EGP akan menyerahkan kepada BB surat-surat berharga yang diterbitkan BB atau bank-bank pemerintah senilai Rp 798 miliar.
Dari kasus Bank Bali, ada dua hal yang terjadi, penggembosan aset oleh pemilik lama, dan pencairan tagihan Bank Bali dari BI. Agency Secretary BPPN menyatakan, Bank Bali belum berada di bawah BPPN
karena kredit macetnya belum dialihkan dan belum direkapitalisasi. Akan tetapi, setidaknya Bank Indonesia (yang berpartner dengan BPPN, langsung atau tidak langsung dalam penyehatan perbankan) sudah tahu Bank Bali akan dimiliki Pemerintah.